Bagaimana saya bisa kehilangan sense of writing saya? Saya rasa bukan kehilangan. Saya tetap menulis, entah di dalam memori atau di dalam buku biru saya yang hampir habis halamannya.
Bila saya terlalu memikirkan banyak hal, entah dengan cara apa saya akan mencari cara untuk menghilangkan beban pikiran itu. Mungkin saya akan bercerita dengan orang terdekat saya atau bahkan yang saya rasa bisa diberi kepercayaan atau yang ahli dalam masalah tersebut. Atau kalau memang tidak bisa diceritakan dengan siapa pun saya pasti akan simpan sendiri, saya tulis, dan mulai bercerita sama Allah. Lalu saya ringan.
Beberapa hal membuat saya malas untuk meng-post setiap detail kehidupan saya. Saya takut di-stalker. Terlalu banyak pihak yang tidak bertanggung jawab. Karena ternyata memiliki banyak account media sosial membuat banyak celah untuk orang mencari-cari tentang kita. Iya hanya melihat update status kita dan meyakini kepribadian kita hanya dari beberapa huruf yang kita tulis. Aneh kan? Tetapi kebanyakan orang sekarang melakukan itu. Mereka tulis pikiran, perasaan, emosi, doa, kebahagiaan, kesedihan, kegalauan di account sosial mereka. Entah dengan tujuan apa, mungkin karena dengan meng-post tersebut mereka merasa mendapat solusi dari permasalahan hidup, dengan mendapat comment atau stiker emot. Di beberapa account media sosial saya, saya seperti itu.
Yang sedang saya coba usahakan sekarang adalah menahan diri dari keseringan update status tidak penting yang tidak akan mendapatkan solusi lahiriah dan bathiniah. Saya berusaha lebih berkomunikasi pada Allah dan diri saya. Itu lebih baik.
Yang sedang saya coba usahakan sekarang adalah menahan diri dari keseringan update status tidak penting yang tidak akan mendapatkan solusi lahiriah dan bathiniah. Saya berusaha lebih berkomunikasi pada Allah dan diri saya. Itu lebih baik.
No comments:
Post a Comment